MEMAHAMI OTORITAS
Pendahuluan
Banyak orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah bentuk kekuasaan seseorang atas diri orang lain. Pada waktu seseorang memiliki otoritas, misalnya di dalam lingkup pekerjaan tertentu, maka kekuasaan menjadi mutlak miliknya. Baik itu kekuasaan untuk mengatur, mengontrol atau memutuskan sesuatu. Tentu saja jika digunakan oleh orang yang tidak tepat atau memiliki motivasi yang tidak baik, maka otoritas tersebut tidak berfaedah untuk membangun sebuah sistem malah meruntuhkannya. Bukan hanya itu, otoritas di tangan orang yang tidak tepat, akan dapat disalahgunakan untuk menjajah orang lain, mencari keuntungan sendiri dan menghasilkan perlakuan atau tindakan semena-mena. Betapa baiknya otoritas untuk tujuan yang bagik dan betapa buruknya otoritas untuk tujuan yang menyimpang. Otoritas haruslah berada di tangan orang yang tepat, yang mampu menggunakannya secara bertanggung-jawab.
Praktek tangan besi yang menguasai orang lain yang diperlihatkan oleh rezim-rezim militer di dunia, negara-negara komunis yang demikian ketatnya mengontrol informasi dan sangat campur tangan terhadap hak-hak sipil warga negaranya, adalah sebuah contoh buruk penggunaan otoritas pemerintahan. Demikian juga dengan pimpinan perusahaan yang berlaku sekenanya dengan menempatkan diri sebagai penguasa atas karyawan dan staf tanpa mempedulikan kepentingan, usulan ataupun keluhan mereka, adalah contoh buruk mengenai pemanfaatan otoritas. Dari situlah kemudian muncul kata otoriter, untuk menggambarkan pelaksanaan otoritas di dalam diri seorang pemimpin yang berorientasi pada kekuasaan dan pemaksaan kehendak atas diri orang lain. Dalam konteks ini, siapa yang melawan atau berseberangan sikap dengan pemegang otoritas, pasti akan menghadapi konsekuensi hukum. Bisa jadi, orang mengikuti pemimpin, bukan karena pengaruh yang dimilikinya melainkan karena otoritas di dalam dirinya. Sejarah membuktikan dunia memiliki sejumlah pemimpin negara yang menggunakan otoritasnya dengan pendekatan kekuasaan. Para pemimpin tersebut menganggap dirinya pemimpin sejati. Kenyataannya, mereka dikuti karena orang-orang takut pada kekuasaan yang dimilikinya. Hitler, Mussolini, Kim Ill Sung, Nikolai C, Saddam Hussein, Kaisar Nero, Fidel Casro, Junta Militer Myanmar, adalah contoh orang-orang yang menempatkan otoritasnya sebagai alat kekuasaan. Mereka pada akhirnya terbentuk menjadi tokoh yang otoriter di dalam menjalankan kekuasaannya.
Lain halnya jika otoritas digunakan dengan cara yang benar. Segala sesuatu pasti akan berjalan dengan baik, di dalam sebuah sistem pemerintahan, pekerjaan atau bahkan lingkup pelayanan. Otoritas bermanfaat untuk membuat semua berada di dalam langgam kerja yang dinamis. Semua orang tunduk dan taat serta tidak bisa bersikap semau-maunya sendiri. Aturan ditegakkan dan menjadi acuan bersama. Pemimpin yang mengendalikan situasi, menggunakan otoritas dengan bertanggung-jawab dan tidak menempatkan diri sebagai alat kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain. Otoritas digunakan untuk membuat semua sistem bekerja dengan baik dan mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan bersama. Dalam konteks ini juga berlaku seorang pemimpin diikuti karena otoritas yang dimilikinya dan bahkan karena pengaruh yang dimilikinya. Billy Graham adalah seorang tokoh pemimpin yang memiliki kapasitas pengaruh yang besar di kalangan pengikut bahkan dunia. Demikian juga dengan Marthin Luther King, Jr, Bunda Theresa, Abraham Lincoln dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, baik buruknya otoritas, serta akibat yang ditimbulkannya, tidak ditentukan oleh otoritas itu, melainkan oleh orang yang mendapatkan atau menggunakan otoritas tersebut.
Hubungan Otoritas dengan Pengaruh
Dalam konteks kepemimpinan, seseorang yang menggunakan otoritas sebagai alat kekuasaan, bukanlah pemimpin. Sebab, kepemimpinan adalah pengaruh dan bukan otoritas. Otoritas dapat menghasilkan pengaruh. Sebaliknya, pengaruh dapat menghasilkan otoritas. Perbedaanya adalah, jika pengaruh lahir dari otoritas, maka pengaruh tersebut hanya bersifat sementara selama seseorang memiliki otoritas di dalam dirinya. Orang-orang akan mengikuti dan berada di dalam pengaruhnya semata-mata karena otoritas yang dimilikinya. Akan tetapi, jika otoritas lahir dari pengaruh, maka pengaruh tersebut bersifat jangka panjang. Orang-orang akan mengikuti seorang pemimpin yang memiliki pengaruh yang kuat sekalipun tidak lagi memiliki otoritas tertentu. Ketika seorang pemimpin mampu membangun suatu pengaruh yang kuat di kalangan pengikutnya, maka dengan sendirinya pemimpin itu mendapatkan otoritas dari orang-orang yang dipimpinan-nya. Otoritas (authority) adalah hal yang berbeda dengan pengaruh (influence). Otoritas memang dapat melahirkan pengaruh. Tetapi ketaatan yang timbul dari pengaruh semacam itu adalah sementara. Pengaruh semacam itu muncul akibat otoritas yang ada di dalam diri seseorang. Saat tidak lagi memilikinya, maka otomatis dirinya tidak lagi berpengaruh pada orang lain. Seorang pemimpin yang diikuti karena otoritas, tidak akan mampu bertahan lama. Pemimpin seperti ini hanya diikuti karena otoritas yang dimilikinya. Itu sebabnya, pada diktator dunia, melakukan berbagai macam cara untuk mempertahankan dirinya selalu berada di dalam kekuasaan, supaya otoritas tersebut tidak pindah kepada yang lain. Mereka cenderung mempertahankan otoritasnya dengan cara-cara kekerasan, menyebar teror dan intimidasi melalui kekuasaan. Lain halnya jika pemimpin memiliki otoritas akibat pengaruh positif dirinya di lingkungan tempatnya berada. Sekalipun sudah tidak memiliki otoritas dan tidak memiliki jabatan, orang masih dapat mengikutinya dan menjadikannya teladan bahkan mendengar perkataannya. Jika seorang pemimpin memiliki pengaruh yang kuat, orang-orang yang berada di dalam wilayah pengaruhnya, sebetulnya telah memberikan otoritas kepada pemimpin itu dengan sendirinya.
Apakah yang di maksud dengan otoritas?
Banyak orang berbicara memiliki otoritas tanpa memiliki pengertian yang benar mengenai otoritas itu sendiri. Di bawah ini beberapa pengertian otoritas dari sumber-sumber resmi.
Menurut Education Yahoo Dictionary, otoritas mengandung pengertian seperti berikut ini.
a. The power to enforce laws, exact obedience, command, determine, or judge.
b. One that is invested with this power, especially a government or body of government officials: land titles issued by the civil authority.
c. Power assigned to another; authorization: Deputies were given authority to make arrests.
d. An accepted source of expert information or advice: a noted authority on birds; a reference book often cited as an authority. A quotation or citation from such a source: biblical authorities for a moral argument.
e. Justification; grounds: On what authority do you make such a claim?
f. A conclusive statement or decision that may be taken as a guide or precedent.
g. Power to influence or persuade resulting from knowledge or experience: political observers who acquire authority with age.
Kamus American Heritage menuliskan bahwa otoritas adalah kuasa untuk menegakkan hukum, untuk menciptakaan ketaatan, kemampuan memerintahkan atau menghakimi. Kuasa untuk mempengaruhi, mengatur orang lain, otorisasi.
Kamus Barons menyebutkan bahwa otoritas adalah kemampuan untuk mengarahkan supaya pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Otoritas hanya bisa berjalan baik jika seseorang mau menerima arahan tersebut.
Menurut Weber, kata authority diturunkan dari kata bahasa Latin "auctoritas", biasanya digunakan di dalam hukum Roma untuk menghadapi orang-orang yang menentang pemerintahan atau keputusan pemerintah. Dalam Weberian sociology, authority dianggap sebagai bagian dari kekuasaan. Otoritas dianggap sebagai kuasa yang terlegitimasi dan terlindungi secara hukum untuk menjalankan kekuasaan atas diri orang lain. Otoritas dianggap sebagai hak atau kuasa yang terjustifikasi untuk memerintah, menegakkan hukum bahkan mengadili, yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi atau memerintah orang lain.
Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa otoritas itu berhubungan dengan kekuasaan yang dimilliki seseorang atau sekelompok orang yang memiliki hak, wewenang dan legitimasi untuk mengatur, memerintah, memutuskan sesuatu, menegakkan aturan, menghukum atau menjalankan suatu mandat bahkan untuk memaksakan kehendak. Melalui pengertian tersebut, otoritas memiliki kaitan yang sangat erat dengan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang.
Ditinjau dari sudut pandang pemilik otoritas dan orang yang berada di bawah otoritas, kedudukan mereka tidak sama. Kedudukan orang yang berada di bawah otoritas berada minimal satu peringkat di bawah orang yang memegang otoritas. Hal itu memberi indikasi bahwa otoritas, seperti di lingkungan militer, lebih merupakan jalur komando daripada hubungan yang sejajar (neben). Bisa saja terjadi, seorang pemilik otoritas, sesungguhnya juga merupakan orang yang berada di bawah otoritas, berdasarkan jalur atau hierarkhi kekuasaan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa otoritas, di dalam dunia ini, di dalam konteks apapun, merupakan mandat yang berjenjang. Tidak ada otoritas tertinggi. Kecuali satu, otoritas rohani !
Banyak orang memahami bahwa otoritas adalah sebuah bentuk kekuasaan seseorang atas diri orang lain. Pada waktu seseorang memiliki otoritas, misalnya di dalam lingkup pekerjaan tertentu, maka kekuasaan menjadi mutlak miliknya. Baik itu kekuasaan untuk mengatur, mengontrol atau memutuskan sesuatu. Tentu saja jika digunakan oleh orang yang tidak tepat atau memiliki motivasi yang tidak baik, maka otoritas tersebut tidak berfaedah untuk membangun sebuah sistem malah meruntuhkannya. Bukan hanya itu, otoritas di tangan orang yang tidak tepat, akan dapat disalahgunakan untuk menjajah orang lain, mencari keuntungan sendiri dan menghasilkan perlakuan atau tindakan semena-mena. Betapa baiknya otoritas untuk tujuan yang bagik dan betapa buruknya otoritas untuk tujuan yang menyimpang. Otoritas haruslah berada di tangan orang yang tepat, yang mampu menggunakannya secara bertanggung-jawab.
Praktek tangan besi yang menguasai orang lain yang diperlihatkan oleh rezim-rezim militer di dunia, negara-negara komunis yang demikian ketatnya mengontrol informasi dan sangat campur tangan terhadap hak-hak sipil warga negaranya, adalah sebuah contoh buruk penggunaan otoritas pemerintahan. Demikian juga dengan pimpinan perusahaan yang berlaku sekenanya dengan menempatkan diri sebagai penguasa atas karyawan dan staf tanpa mempedulikan kepentingan, usulan ataupun keluhan mereka, adalah contoh buruk mengenai pemanfaatan otoritas. Dari situlah kemudian muncul kata otoriter, untuk menggambarkan pelaksanaan otoritas di dalam diri seorang pemimpin yang berorientasi pada kekuasaan dan pemaksaan kehendak atas diri orang lain. Dalam konteks ini, siapa yang melawan atau berseberangan sikap dengan pemegang otoritas, pasti akan menghadapi konsekuensi hukum. Bisa jadi, orang mengikuti pemimpin, bukan karena pengaruh yang dimilikinya melainkan karena otoritas di dalam dirinya. Sejarah membuktikan dunia memiliki sejumlah pemimpin negara yang menggunakan otoritasnya dengan pendekatan kekuasaan. Para pemimpin tersebut menganggap dirinya pemimpin sejati. Kenyataannya, mereka dikuti karena orang-orang takut pada kekuasaan yang dimilikinya. Hitler, Mussolini, Kim Ill Sung, Nikolai C, Saddam Hussein, Kaisar Nero, Fidel Casro, Junta Militer Myanmar, adalah contoh orang-orang yang menempatkan otoritasnya sebagai alat kekuasaan. Mereka pada akhirnya terbentuk menjadi tokoh yang otoriter di dalam menjalankan kekuasaannya.
Lain halnya jika otoritas digunakan dengan cara yang benar. Segala sesuatu pasti akan berjalan dengan baik, di dalam sebuah sistem pemerintahan, pekerjaan atau bahkan lingkup pelayanan. Otoritas bermanfaat untuk membuat semua berada di dalam langgam kerja yang dinamis. Semua orang tunduk dan taat serta tidak bisa bersikap semau-maunya sendiri. Aturan ditegakkan dan menjadi acuan bersama. Pemimpin yang mengendalikan situasi, menggunakan otoritas dengan bertanggung-jawab dan tidak menempatkan diri sebagai alat kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain. Otoritas digunakan untuk membuat semua sistem bekerja dengan baik dan mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan bersama. Dalam konteks ini juga berlaku seorang pemimpin diikuti karena otoritas yang dimilikinya dan bahkan karena pengaruh yang dimilikinya. Billy Graham adalah seorang tokoh pemimpin yang memiliki kapasitas pengaruh yang besar di kalangan pengikut bahkan dunia. Demikian juga dengan Marthin Luther King, Jr, Bunda Theresa, Abraham Lincoln dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, baik buruknya otoritas, serta akibat yang ditimbulkannya, tidak ditentukan oleh otoritas itu, melainkan oleh orang yang mendapatkan atau menggunakan otoritas tersebut.
Hubungan Otoritas dengan Pengaruh
Dalam konteks kepemimpinan, seseorang yang menggunakan otoritas sebagai alat kekuasaan, bukanlah pemimpin. Sebab, kepemimpinan adalah pengaruh dan bukan otoritas. Otoritas dapat menghasilkan pengaruh. Sebaliknya, pengaruh dapat menghasilkan otoritas. Perbedaanya adalah, jika pengaruh lahir dari otoritas, maka pengaruh tersebut hanya bersifat sementara selama seseorang memiliki otoritas di dalam dirinya. Orang-orang akan mengikuti dan berada di dalam pengaruhnya semata-mata karena otoritas yang dimilikinya. Akan tetapi, jika otoritas lahir dari pengaruh, maka pengaruh tersebut bersifat jangka panjang. Orang-orang akan mengikuti seorang pemimpin yang memiliki pengaruh yang kuat sekalipun tidak lagi memiliki otoritas tertentu. Ketika seorang pemimpin mampu membangun suatu pengaruh yang kuat di kalangan pengikutnya, maka dengan sendirinya pemimpin itu mendapatkan otoritas dari orang-orang yang dipimpinan-nya. Otoritas (authority) adalah hal yang berbeda dengan pengaruh (influence). Otoritas memang dapat melahirkan pengaruh. Tetapi ketaatan yang timbul dari pengaruh semacam itu adalah sementara. Pengaruh semacam itu muncul akibat otoritas yang ada di dalam diri seseorang. Saat tidak lagi memilikinya, maka otomatis dirinya tidak lagi berpengaruh pada orang lain. Seorang pemimpin yang diikuti karena otoritas, tidak akan mampu bertahan lama. Pemimpin seperti ini hanya diikuti karena otoritas yang dimilikinya. Itu sebabnya, pada diktator dunia, melakukan berbagai macam cara untuk mempertahankan dirinya selalu berada di dalam kekuasaan, supaya otoritas tersebut tidak pindah kepada yang lain. Mereka cenderung mempertahankan otoritasnya dengan cara-cara kekerasan, menyebar teror dan intimidasi melalui kekuasaan. Lain halnya jika pemimpin memiliki otoritas akibat pengaruh positif dirinya di lingkungan tempatnya berada. Sekalipun sudah tidak memiliki otoritas dan tidak memiliki jabatan, orang masih dapat mengikutinya dan menjadikannya teladan bahkan mendengar perkataannya. Jika seorang pemimpin memiliki pengaruh yang kuat, orang-orang yang berada di dalam wilayah pengaruhnya, sebetulnya telah memberikan otoritas kepada pemimpin itu dengan sendirinya.
Apakah yang di maksud dengan otoritas?
Banyak orang berbicara memiliki otoritas tanpa memiliki pengertian yang benar mengenai otoritas itu sendiri. Di bawah ini beberapa pengertian otoritas dari sumber-sumber resmi.
Menurut Education Yahoo Dictionary, otoritas mengandung pengertian seperti berikut ini.
a. The power to enforce laws, exact obedience, command, determine, or judge.
b. One that is invested with this power, especially a government or body of government officials: land titles issued by the civil authority.
c. Power assigned to another; authorization: Deputies were given authority to make arrests.
d. An accepted source of expert information or advice: a noted authority on birds; a reference book often cited as an authority. A quotation or citation from such a source: biblical authorities for a moral argument.
e. Justification; grounds: On what authority do you make such a claim?
f. A conclusive statement or decision that may be taken as a guide or precedent.
g. Power to influence or persuade resulting from knowledge or experience: political observers who acquire authority with age.
Kamus American Heritage menuliskan bahwa otoritas adalah kuasa untuk menegakkan hukum, untuk menciptakaan ketaatan, kemampuan memerintahkan atau menghakimi. Kuasa untuk mempengaruhi, mengatur orang lain, otorisasi.
Kamus Barons menyebutkan bahwa otoritas adalah kemampuan untuk mengarahkan supaya pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Otoritas hanya bisa berjalan baik jika seseorang mau menerima arahan tersebut.
Menurut Weber, kata authority diturunkan dari kata bahasa Latin "auctoritas", biasanya digunakan di dalam hukum Roma untuk menghadapi orang-orang yang menentang pemerintahan atau keputusan pemerintah. Dalam Weberian sociology, authority dianggap sebagai bagian dari kekuasaan. Otoritas dianggap sebagai kuasa yang terlegitimasi dan terlindungi secara hukum untuk menjalankan kekuasaan atas diri orang lain. Otoritas dianggap sebagai hak atau kuasa yang terjustifikasi untuk memerintah, menegakkan hukum bahkan mengadili, yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi atau memerintah orang lain.
Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa otoritas itu berhubungan dengan kekuasaan yang dimilliki seseorang atau sekelompok orang yang memiliki hak, wewenang dan legitimasi untuk mengatur, memerintah, memutuskan sesuatu, menegakkan aturan, menghukum atau menjalankan suatu mandat bahkan untuk memaksakan kehendak. Melalui pengertian tersebut, otoritas memiliki kaitan yang sangat erat dengan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang.
Ditinjau dari sudut pandang pemilik otoritas dan orang yang berada di bawah otoritas, kedudukan mereka tidak sama. Kedudukan orang yang berada di bawah otoritas berada minimal satu peringkat di bawah orang yang memegang otoritas. Hal itu memberi indikasi bahwa otoritas, seperti di lingkungan militer, lebih merupakan jalur komando daripada hubungan yang sejajar (neben). Bisa saja terjadi, seorang pemilik otoritas, sesungguhnya juga merupakan orang yang berada di bawah otoritas, berdasarkan jalur atau hierarkhi kekuasaan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa otoritas, di dalam dunia ini, di dalam konteks apapun, merupakan mandat yang berjenjang. Tidak ada otoritas tertinggi. Kecuali satu, otoritas rohani !