DAUD
Studi Karakter Tokoh Alkitab dari 2 Samuel
Oleh: Ps. Sonny Zaluchu
>> Ijin pengutipan atau pemuatan dalam warta gereja diberikan dengan tetap
mencantumkan sumber tulisan dan penulisnya. Tuhan memberkati
Sejarah Singkat Kehidupan Daud
Di bukit Sion Israel, dekat dengan upper
room (tempat para murid menerima Roh Kudus di hari pentakosta), ada sebuah
patung yang sangat indah. Patung itu menggambarkan sosok seorang raja yang
memegang kecapi di tangannya. Itulah patung raja Daud, seorang Raja Israel yang
sangat dikagumi bahkan sampai hari ini. “Makam-nya” dekat patung itu berdiri,
selalu ramai dikunjungi dan diziarahi. DAUD adalah salah satu raja Israel yang
terkenal. Dari seorang gembala kecil, yang sempat diremehkan manusia dalam
pemilihan raja Yehuda oleh Samuel, Tuhan promosikan hidupnya menjadi Raja
Israel yang besar. Lahir sebagai bungsu di dalam keluarga besar Isai, orang
Bethlehem. Setelah pengurapan turun atasnya, Daud terlihat berbeda. Dalam
sebuah pertempuran melawan orang Filistin, pahlawan mereka, Goliat, dibunuh
oleh Daud hanya dengan menggunakan pengumban. Tuhan terus menyertai Daud dan
mengangkatnya naik, apalagi di dukung fakta bahwa Tuhan sudah tidak lagi
menyukai Saul. Sempat menjadi pelarian di gurun karena tidak disukai dan
dikejar-kejar Saul, tetapi proses itu justru membentuk ketangguhan karakter
Daud. Dia bergaul dengan orang-orang buangan yang setia kepadanya. Pasca
kematian Saul, Daud atas penetapan Tuhan menjadi Raja atas Yehuda di Hebron.
Dia memerintah selama 7.5 tahun di sana. Kekuasaannya kemudian meluas. Seluruh
Israel memintanya menjadi raja. Dan selama 33 tahun berikutnya, ia memerintah
Israel di Jerusalem. Keberhasilannya menjadi inspirasi banyak orang. Bukti
penyertaan Tuhan disetiap langkahnya, sangat nyata. Karakternya yang menonjol adalah
cinta Tuhan. Perilakuknya banyak dibentuk kembali oleh Tuhan melalui berbagai
masalah di dalam perjalanan hidupnya. Berbagai situasi, baik yang datang dari
luar, terlebih dari dalam dirinya, dipakai Tuhan untuk mematangkan karakternya.
Hasilnya, Daud finishing well. Dia
menyelesaikan tugasnya sebagai raja Israel hingga ke suksesi yang lancar, telah memutih rambutnya dan meninggal
di dalam kemuliaan dan kehormatan. Berikut ini beberapa karakter Daud yang
menonjol yang kiranya menjadi inspirasi buat kita.
§
Daud
Sangat Mencintai Tuhan
Hubungan Daud dengan Tuhan sangat indah. Daud sangat cinta Tuhan
sedemikian rupa sehingga merasa hidupnya hampa dan tidak punya apa-apa tanpa
Tuhan. Kecintaannya pada Tuhan bukan hanya sebatas lip-service tetapi
melibatkan jiwanya secara emosional. Dia dikenal sebagai raja yang bersedia
memberi apapun dan melakukan apapun untuk Tuhan. Salah satu tanda cinta adalah
memberi yang terbaik. Dan Daud, adalah contoh dari sedikit orang-orang di dalam
Alkitab yang hidupnya selalu memberi yang terbaik untuk Tuhan. Baginya, Tuhan
adalah segala-galanya dan di atas segala-galanya. Daud sangat mengerti bahwa segala
pencapaiannya sebagai Raja yang diurapi, kaya secara material dan kerajaan yang
demikian kokoh, terjadi bukan karena usahanya sendiri tetapi karena Tuhan
menyertainya di satu sisi dan di pihak lain, karena Daud mengandalkan Tuhan.
Kecintaannya akan Tuhan melahirkan banyak sekali Mazmur. Makanya Daud juga
dikenal sebagai sosok pemuji dan penyembah dengan kecapi di tangannya. Setiap
orang yang rindu mengalami perjumpaan dengan Tuhan selalu menjadikan Daud
sebagai teladan. Di zaman PL, keberadaan Tuhan dimanifestasikan melalui tabut
perjanjian. Di sana ada hadirat Tuhan dan itu adalah bagian yang paling disukai
Daud. Pada waktu tabut diangkut ke Jerusalem agar dekat dengan kota Daud (dan
Daud dapat setiap saat bergaul erat dengan Tuhan), Daud menari-nari secara luar
biasa sambil mempersembahkan korban. “Dan
Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari
kain lenan.” (2 Samuel 6:14). Daud menari dengan sekuat tenaga ! Cinta
Tuhan, dalam pengertian Daud, bukan hanya diwujudkan dalam pemberian tetapi
ekspresi yang melibatkan jiwa. Daud tidak malu menari buat Tuhan secara ekspresif,
karena cinta selalu meluap dari dalam hatinya dan ia dengan tanpa malu-malu
menyatakannya di hadapan Tuhan. Bagaimana dengan kita? Kadang terjadi hubungan
dengan Tuhan cuma sebatas kepentingan. Saat butuh baru mencari Tuhan. Atau
sering terjadi, kita justru malas berekspresi dan hanya beribadah kepada-Nya
secara rutinitas. Cinta kepada Tuhan selalu dimulai dari sebuah gairah (passion) di dalam diri kita. Daud
memilikinya dan kita pun harus memilikinya.
§
Daud
Cepat Berbalik Pada Tuhan atas Dosa-dosanya
Daud manusia biasa. Natur dosa ada di dalam dirinya. Berkali-kali dia
melakukan kesalahan di hadapan Tuhan tetapi dia segera menyadari kesalahan itu,
dan cepat-cepat berbalik kepada Tuhan untuk meminta pengampunan. Daud tidak
pernah dilaporkan melakukan kesalahan yang sama dua kali. Memang Tuhan
mengampuninya tetapi dosa adalah dosa dan setiap perbuatan itu melahirkan
konsekuensi. Daud dengan rela menanggungnya. Dalam dosa perzinahannya dengan
Bethsheba, Daud sangat takut kehilangan Tuhan. Daud menulis: Janganlah
membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari
padaku! (Mazmur 51:13). Disitu dipakai kata ‘membuang’ yang artinya seperti
melempar barang yang sudah tidak berguna lagi. Daud menyesali dosanya dan tidak
mengulangi lagi. Dia takut sekali menjadi barang yang terbuang di hadapan Tuhan
karena tidak diperlukan lagi. Tentunya Daud belajar dari kepemimpinan Saul,
pendahulunya. Berbeda dengan kebanyakan orang Kristen dewasa ini yang bolak
balik jatuh dan bertobat untuk kesalahan serupa. Bahkan kadang begitu
terikatnya dengan dosa sehingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan (perilaku
yang dipertahankan). Salah satu aspek dosa adalah mencintainya. Dosa yang
dicintai akan kita hidupi dan ketika hal ini terjadi kita tidak akan pernah
mengalahkannya. Malahan terjerumus makin dalam. Mengapa Daud begitu cepat
berbalik dari kesalahannya? Dia sadar bahwa dosa itu menjerat dan
menenggelamkan. Dosa bahkan menjadi penghalang keintiman dengan Tuhan. Makanya
orang Kristen bolak-balik berdoa tetapi doanya menguap di udara. Firman Tuhan
berkata dengan tegas: Sesungguhnya,
tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya
tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu
dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri
terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu. (Yesaya
59:1-2). Kita harus meneladani Daud dalam hal pertobatan. Sebab tanpa
pertobatan, roh kita akan mati. Kita akan menjadi orang-orang yang terbuang
dari hadapan-Nya. Padahal, melalui salib, ada satu garansi bagi pengampunan dan
penebusan dosa yang selalu tersedia. Masalahnya, kita lebih senang membelakang
salib daripada menghadap untuk mendekatinya.
§
Daud
Selalu Mengandalkan Tuhan
Tuhan mendidik Daud sangat keras soal ini. Daud tidak pernah dibiarkan
untuk mengandalkan satupun apa yang ada padanya kecuali Tuhan sendiri. Pernah
satu kali Daud melakukan kesalahan kecil tetapi menjadi besar karena Tuhan
tidak suka. Daud dengan gegabah menghitung rakyatnya. Tanpa sadar usaha itu
menyakiti hati Tuhan dan membuat Daud jatuh di dalam kesombongan, menepuk dada
sendiri sebagai wujud bahwa semua ini karena perjuangannya. Tetapi berdebar-debarlah hati Daud, setelah ia
menghitung rakyat, lalu berkatalah Daud kepada TUHAN: "Aku telah sangat berdosa karena melakukan hal ini; maka sekarang,
TUHAN, jauhkanlah kiranya kesalahan hamba-Mu, sebab perbuatanku itu sangat
bodoh." (2 Samuel 24:10). Penyesalan memang selalu datang belakangan.
Daud tetap mengalami hukuman atas perbuatannya itu. Tuhan menjatuhkan tiga
pilihan hukuman. “Tiga tahun kelaparan
atau tiga bulan lamanya melarikan diri dari hadapan lawanmu, sedang pedang
musuhmu menyusul engkau, atau tiga hari pedang TUHAN, yakni penyakit sampar,
ada di negeri ini…” (2 Tawarikh 21:12). Daud memilih jatuh ke dalam tangan
Tuhan. Kepada Nabi Gad ia berkata, "Sangat
susah hatiku, biarlah kiranya aku jatuh ke dalam tangan TUHAN, sebab sangat
besar kasih sayang-Nya; tetapi janganlah aku jatuh ke dalam tangan
manusia." (1 Tawarikh 21:13). Dalam hal ini, Daud lebih senang jatuh
ke dalam tangan Tuhan daripada tangan manusia. Itu pilihan yang sangat tepat
karena Daud merasa bahwa Tuhan tetap sayang padanya. Pengalaman tersebut
mengingatkan, tidak boleh mengandalkan apapun dan atau bermegah atas apapun,
kecuali pada Tuhan sendiri yang telah membuat semuanya itu berhasil. Dalam
peristiwa yang lain, saat kota tempat tinggal rombongan Daud dibakar musuh dan
anak-isteri serta harta kekayaan mereka diangkut musuh, Daud hampir dilempari
orang-orang dengan batu. Mereka menyalahkan Daud. Tetapi Daud sama sekali tidak
membela diri atau berbalik menyalahkan orang lain. Dia mencari kehendak Tuhan. Dan Daud sangat terjepit, karena rakyat
mengatakan hendak melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih
hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan. Tetapi Daud
menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya (1 Samuel 30:6). Di sini
Daud memberi teladan kepada kita mengenai betapa pentingnya melangkah di dalam
setiap keputusan dan situasi dengan – pertama-tama – melibatkan Tuhan. Tetapi
kadang terjadi, kita justru mencari Tuhan dikesempatan terakhir setelah kita “habis-habisan”.
Orang yang mengandalkan Tuhan selalu punya ciri: percaya bahwa Tuhan akan
menolong dan memberi petunjuk, tepat pada waktunya. Kualitas yang sama harus
ada di dalam diri kita. Harta, kekuasaan dan pengaruh dapat diandalkan tetapi
itu semua terbatas dan tidak membawa kebaikan. Sebaliknya, Tuhan yang kita
andalkan, adalah Tuhan yang mampu mengubah situasi dan memiliki kuasa di atas
segala kuasa apapun, yang bahkan mengubah yang tidak mungkin menjaid mungkin. "Sesungguhnya, Akulah TUHAN, Allah
segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku? (Yeremia 32:27).
§
Daud
Seorang Penakluk
Daud bukanlah orang yang mudah menyerah. Dia tidak mau ditaklukan oleh
musuh bahkan oleh emosi yang ada di dalam dirinya sendiri. Pernah dua kali Daud
berkesempatan membunuh Saul, tetapi dengan penuh kasih dan kesadaran dia
berkata kepada orang-orangnya, “"Dijauhkan
Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku,
kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang
diurapi TUHAN." (1 Samuel 24:7). Daud tidak mau menjatuhkan orang
lain. Dia menjadi contoh penakluk bagi dirinya sendiri. Seharusnya Daud membalas
perlakuan Saul tetapi rasa hormat dan takut akan Tuhan yang ada di dalam
dirinya, berhasil mengontrol emosi jiwanya. Bukankah musuh terbesar itu adalah
diri sendiri dan segala kepentingannya? Daud juga dikenal sebagai penakluk
bangsa-bangsa. Orang Israel menyebutnya pahlawan yang gagah perkasa.
Kerajaannya melebar dan berkembang dengan cepat. Musuh-musuhnya segan dan takut
mendengar namanya. Sebelum memindahkan pusat pemerintahan dari Hebron ke
Jerusalem, Daud menaklukan kota orang Jebus itu dan membangun kota Daud (The City of David) di lereng gunung di
Jerusalem. Di sana Daud mengatur strategis memerangi musuh-musuh Israel seperti
orang-orang Filistin (2 Samuel 8:1), bangsa Moab (2 Samuel 8:2), orang-orang
Ammon (2 Samuel 10:16) dan Syria (2 Samuel 10:19). Daud dikenal sebagai tipe
prajurit pejuang yang menjadi seorang pemenang baik terhadap dirinya sendiri
maupun menghadapi musuh-musuhnya. Situasi sulit dan pelilk juga sering dihadapi
Daud. Raja ini pernah meninggalkan tahtanya karena anaknya yang kurang ajar,
Absalom, merebutnya. Daud mundur demi sebuah strategi. Prajurit yang baik tidak
semata-mata mengandalkan pedang tetapi isi kepala. Demikianlah ciri khas
seorang penakluk. Tidak gampang menyerah dan putus asa adalah value utama dari seorang
prajurit-pejuang seperti Daud. Jangan hanya karena masalah sepele atau
kesulitan kecil yang di hadapi, kita langsung menyerah dan menyesali keadaan
atau bahkan menyalahkan orang lain. Daud tidak seperti itu dan hendaknya kita
juga tidak demikian. Hidup ini harus dihadapi dengan semangat untuk berjuang
dan menang. Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa kita bukanlah pemenang
melainkan lebih dari itu ! “Tetapi dalam
semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah
mengasihi kita” (Roma 8:37).
§
Daud Menempatkan
Dirinya dalam Destiny
Akan tetapi posisi Daud yang paling penting adalah sebagai leluhur
Kristus. Dia satu-satunya tokoh kerajaan terpenting, yang disebutkan di dalam
silsilah Yesus Kristus. Bahkan Yesus sendiri dikatakan sebagai “anak Daud”.
Bukankah ini posisi terhormat seorang manusia di hadapan Allah? Bukan sebuah
kebetulan, Kristus lahir di tempat di mana Daud dilahirkan, yakni Bethlehem. Tuhan
memang telah memilih Daud tetapi yang jauh lebih penting adalah Daud memilih
Tuhan sebagai Allahnya ! Dari sini dapat disimpulkan bahwa Daud adalah seorang
tokoh Alkitab yang tidak lahir begitu saja. Allah punya rencana yang sangat
penting di dalam dirinya dan Daud mau memberi respon yang baik dan menempatkan
diri di d alam destiny yang telah Tuhan tetapkan atas hidupnya. Dia mau di
proses dan mau dibentuk Tuhan melalui beragam pengalaman hidup. Dari perjalanan
hidupnya yang diawali sebagai bungsu dalam keluarga dan menjadi gembala
komunitas domba yang kecil, Daud telah dipersiapkan dan dilatih Tuhan. Tidak
pernah disebutkan di dalam Alkitab Daud memandang remeh pekerjaan-nya sebagai
gembala yang kecil. Dia menjalaninya dengan setia. Kadang orang Kristen itu
maunya langsung menjadi besar. Tetapi perjalanan hidup Daud menggambarkan hal
berbeda. Sewaktu Tuhan melihatnya setia dan tangguh di dalam perkara kecil,
maka pelan-pelan Tuhan mempercayakan hal-hal besar di dalam dirinya. Dari
seorang anak gembala kecil, Tuhan mempromosikan Daud menjadi pemusik kemudian
pemazmur lalu menjadi seorang tentara dan akhirnya, Raja ! Tuhan selalu
mempromosikan hidup orang-orang yang setia pada perkara kecil. Kadang kita
mengabaikan hal-hal kecil yang sedang kita kerjakan. Kita lupa bahwa masa depan
itu ada di dalam Tuhan dan Dia tahu persis seperti apa kita jadinya kelak. Lebih
banyak terjadi, Tuhan menguji dan mempersiapkan kita untuk setiap rancangannya.
Promosi itu dari Tuhan dan sebelum tiba masanya memasuki promosi tersebut,
Tuhan mau menguji dan membentuk serta mempersiapkan kita terlebih dahulu.
Jangan sampai terjadi kita justru mempermalukan nama-Nya dan jatuh hanya karena
fondasi karakter kita lemah. Oleh sebab itu, kesetiaan terhadap panggilan,
adalah salah satu dasar promosi Tuhan. Setiap orang dituntut melakukan bagian
terbaik di setiap level pekerjaan dan tanggung jawab dimana dia berada. Tidak
boleh menganggap remeh hal-hal kecil. Awalnya Daud hanyalah gembala kecil dari dua
tiga ekor kawanan domba. Tetapi Daud mengakhirinya sebagai raja yang besar.
Rakyat yang Tuhan percayakan kepadanya adalah “domba” yang sangat besar.
Dikatakan di dalam Matius 25:23: “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul
tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung
jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”
§
Daud
Lemah Dalam Keluarga
Hal yang paling menonjol di dalam kelemahannya adalah Daud tidak dengan
tegas berurusan dengan dosa
anak-anaknya. Kita tahu bahwa Daud memiliki 9 isteri dari berbagai-bagai
suku dan bangsa, dan belum termasuk gundik. Dia memiliki kurang lebih 20 orang
anak-anak dari hasil perkawinannya dengan perempuan-perempuan tersebut. Dan di
dalam Alkitab kita baca, anak-anak Daud saling bersaing dengan cara tidak sehat
dan kasar. Saling membunuh dan balas dendam. Ada yang incest dengan saudaranya perempuan lain ibu. Ada anak yang
memberontak, merebut tahta dan berzinah dengan gundik ayahnya di depan seluruh
Israel. Daud adalah contoh gagal mengenai pembentukan keluarga yang bahagia.
Keputusannya untuk poligami akhirnya membawa masalah di dalam keluarga
besarnya. Termasuk kepada siapa tahta diserahkan. Intrik dan persaingan antar
saudara terjadi terang-terangan dan Daud yang begitu sayang terhadap
anak-anaknya, tidak mampu mendisiplinkan mereka dengan tegas! Ini adalah
resioko poligami. Ini juga resiko ketidaktegasan di dalam keluarga. Bahkan
inilah resiko dari kurangnya perhatian kepala keluarga terhadap seluruh isi
rumah, karena alasan kesibukan dan pelayanan. Banyak keluara Kristen jadi
berantakan karena orang tua terlalu sibuk dengan urusannya sendiri dan
beranggapan bahwa dengan menyediakan semua yang diperlukan secara material,
maka semua permasalahan akan berese dengan sendirinya. Tidak ! Cinta dan
komunikasi di dalam keluarga, tidak dapat digantikan dengan fasilitas. Keluarga
adalah sebuah “lembaga kehidupan” dimana setiap orang yang menjadi anggotanya
perlu saling berinteraksi, mengenal pribadi dan membangun keintiman satu sama
lainnya. Daud gagal melakukan ini. Dia tidak dapat menyatukan kepentingan di
dalam keluarganya sehingga anak-anaknya saling bersaing dan berkomplot untuk
kepentingan mereka masing-masing. Daud memang memberikan semua materi kepada
mereka tetapi kesalahan Daud yang menjadi cerminan bagi kita dewasa ini adalah
kegagalannya menjadi ‘bapa bagi anak-anak-nya’. Mereka memperlakukan Daud
sebagai raja dan bukan sebagai bapa. Daud memposisikan diri sebagai Raja dan
bukan sebagai bapa. Hampir tidak ada penjelasan Alkitab mengenai interaksi Daud
dengan anak-anaknya dalam hubungan fathering.
Daud sibuk dengan tugas-tugas kerajaan. Dia juga sibuk membagi waktu dengan
isteri-isterinya. Anak-anaknya mungkin hanya mendapat waktu sisa dari yang
dimiliki Daud dan kita semua mengetahui, waktu sisa dalam sebuah hubungan
bukanlah waktu berkualitas tetapi lebih banyak ke basa-basi. Hal ini sangat
kontras dengan Mazmur yang ditulis Daud yang mengatakan: “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di
tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di
kemah-kemah orang fasik (Mazmur 84:11).” Daud memang punya banyak waktu
untuk Tuhan, tetapi kehilangan waktu untuk membangun keluarganya.
§
Refleksi
bagi Kita
Pelajaran penting dari kehidupan Daud hendaknya menjadi nasehat buat
orang Kristen dewasa ini. Pertama, Daud berkali-kali berdosa dan punya kemauan
dengan jujur mengakui serta membereskan semua pelanggaran itu di hadapan Allah.
Daud punya hati yang gampang berbalik. Dengan cepat dia bertobat dan tidak
membiarkan dirinya larut atau “tenggelam” makin jauh di dalam dosa. Dia tidak
mau hidup menjadi orang yang munafik. Kedua, konsekuensi yang diterima Daud
tidak ada hubungannya dengan pengampunan yang diterimanya dari Tuhan. Daud
memang diampuni Tuhan, tetapi pengampunan akan dosa-dosa tersebut tidak
serta-merta membebaskan pelakunya dari konsekuensi. Dosa tetaplah dosa dan
mendapat hukumannya. Daud rela menanggung hukuman dan tidak melarikan diri atau
menyalahkan orang lain atau bahkan menyalahkan Tuhan. Ketiga, dari kehidupan
Daud tergambarkan hubungan yang intim dan indah dengan Tuhan. Melalui pujian
dan penyembahan, hati Tuhan disenangkan dan semua doanya terjawab. Kecintaan
terhadap Tuhan telah membuat hati Tuhan gampang berbalik kepada Daud dan
mengasihinya kembali. Pujian dan penyembahan membuat Tuhan bergairah. Daud
“gila-gilaan” dengan Tuhan dan diapun menerima berkat yang “gila-gilaan” dari
Tuhan hingga masa tuanya. Keempat, Daud terlalu mengasihi anak-anaknya sehingga
dia gagal membentuk karakter mereka dengan kualitas dan mentalitas kerajaan.
Daud contoh yang bagus untuk hubungan dengan Tuhan dan pemberesan dosa, tetapi
contoh yang gagal di dalam membentuk kebahagiaan di dalam keluarga. Diperlukan
ketegasan dan contoh hidup serta investasi waktu berkualitas dalam membina
keluarga bahagia. Materi yang melimpah tidak dapat menggantikan kasih sayang
dan komunikasi. Kuncinya ada di dalam diri orang tua. Anak cuma meneladani yang
dilakukan orang tuanya!
Karakter-karakter positif yang dapat kita teladani dalam diri Daud:
Radikal terhadap Tuhan dalam mencari kehendakNya
Terbuka terhadap kritik
Penakluk dan tidak pernah menyerah pada keadaan sulit manapun. Termasuk menaklukan
dirinya sendiri.
Tidak pernah jatuh di dalam kesalahan yang sama
Intim dengan Tuhan melalui pujian dan penyembahan
Tegas dalam mengambil keputusan terhadap musuh-musuh
Mampu membangun team-work yang kuat dan tangguh
Ps. Sonny Zaluchu - gloryofgodmin@gmail.com / 286B31AD
Tidak pernah jatuh di dalam kesalahan yang sama
Intim dengan Tuhan melalui pujian dan penyembahan
Tegas dalam mengambil keputusan terhadap musuh-musuh
Mampu membangun team-work yang kuat dan tangguh
Komentar
Posting Komentar