LEMPARKAN TONGKATMU
Lalu sahut Musa: "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?" TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat." Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah." Dan ketika dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi ular, sehingga Musa lari meninggalkannya. Tetapi firman TUHAN kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu dan peganglah ekornya" --Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu, lalu menjadi tongkat di tangannya --"supaya mereka percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang mereka, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan diri kepadamu." (Keluaran 4:1-5)
Kejadian tersebut menggambarkan awal dipanggilnya Musa oleh Tuhan untuk (a) menghadap Firaun, (b) menjadi pemimin bangsa Israel dan (c) membawa mereka keluar dari Mesir. Tugas yang diemban Musa bukan tugas yang ringan. Di satu sisi ia berhadapan dengan seorang penguasa besar (dan Musa secara pribadi pernah dibesarkan di lingkungan elite istana Mesir) dan di sisi lain, dia berhadapan dengan orang-orang keras kepala yang amat susah diatur, bangsa Israel. Dengan hanya mengandalkan kekuatan manusiawinya, dapat dipastikan Musa akan gagal. Firaun akan dengan mudah “memenggal kepalanya” dan bangsa Israel akan melecehkan Musa. Itu sebabnya, Musa bertanya kepada Tuhan, bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku? Musa tahu diri! (Seringkali kita justru tidak tahu diri di dalam situasi seperti ini. Kita berfikir ini adalah kesempatan untuk memegang otoritas. Kapan lagi bisa menjadi kendali atas diri orang lain?). Maka Tuhan balik bertanya kepada Musa, “Apakah yang ditanganmu itu?” Di dalam bahasa Inggris NKJV, lebih bagus pertanyaannya, “What is that in your hand?” – Apa yang ada di dalam tanganmu? Hal ini menjadi sebuah pertanyaan penting karena sesuatu yang ada di dalam tangan Musa, kelak akan menjadi alat yang sangat efektif di dalam menyatakan campur tangan Allah, baik di hadapan Firaun maupun dihadapan bangsa Israel sendiri. Singkatnya, Musa punya tongkat di dalam tangannya. Melalui tongkat inilah kita melihat campur tangan Allah di dalam kehidupan seorang Musa.
Catatan penting #1
Apa yang ada di dalam tanganmu berpotensi dipakai Allah untuk menyatakan kuasaNya!
Tuhan memakai sesuatu yang ada di dalam tangan Musa untuk menyatakan kuasaNya. Demikian juga dengan kita, apa yang ada di dalam tangan kita, memiliki sebuah potensi untuk dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Mujizat Tuhan selalu dimulai dari apa yang kita miliki atau apa yang ada di dalam tangan kita. Seringkali kita gagal menerima mujizat Tuhan karena kita menginginkan hal-hal besar di dalam angan-angan kita sementara, benda-benda yang selama ini kita miliki, menjadi terabaikan, hanya karena beranggapan bahwa itu tidak punya arti apa-apa. Tidak seperti itu. Apapun yang saudara miliki di dalam tanganmu, jika engkau belajar percaya, maka hal itu akan menjadi jalan untuk menyatakan pekerjaan pekerjaan Allah yang besar. Oleh karena itu kita tidak perlu meremehkan segala sesuatu yang ada disekitar kita. Apa yang anda miliki, jika engkau percaya, dapat menjadi jalan mujizat Allah. Perhatikan hal-hal berikut ini. Mujizat janda di Sarfat dimulai dari tepung dan minyak di dalam buli-buli (Elia – 1 Raja-raja 17:7); Mujizat minyak seorang janda nabi yang terus mengalir, di mulai dari minyak yang ada di dalam buli-buli (Elisa – 2 Raja-raja 4:1); Pelipatgandaan makanan untuk 5000 orang dimulai dari 5 roti dan 2 ikan (Yesus – Mat 14:17); Pengampunan dosa seorang perempuan berdosa dimulai dari minyak wangi yang ada ditangannya (Lukas 7:37); Kemenangan Yosua atas musuh-musuhnya, dimulai dari tindakan profetik terhadap lembing yang ada di dalam tangannya (Jos 8:18)
Oleh sebab itu, kita tidak boleh menganggap remeh setiap apa yang Tuhan taruh di dalam kehidupan kita. Kita harus mulai belajar menghargai dan mengusahakan hal-hal tersebut, sebab kita belajar bahwa, hal-hal yang besar, selalu digerakkan dari sesuatu yang kecil, dari sesuatu yang semula tidak dianggap sama sekali.
Tuhan berfirman bahwa kalau kita setia pada perkara yang kecil, maka perkara yang besar akan diberikanNya pula kepada kita. Ingat! Perkara besar selalu dan harus didahului oleh perkara yang kecil. Mari belajar untuk mulai menghargai perkara-perkara kecil yang Tuhan taruh di dalam hidupmu. Mt 25:21 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Catatan penting #2
Apa yang ada di dalam tanganmu akan menentukan campur tangan Allah di dalam kehidupanmu jika engkau berani melepaskannya!
Perhatikan kembali dialog antara Tuhan dengan Musa. Ini menarik sekali. "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat." Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah. Mula-mula, Tuhan bertanya mengenai apa yang ada di dalam tangan Musa. Ini luar biasa. Allah sendiri akan mengingatkan kita bahwa sesunguhnya, Dia telah menaruh potensi Ilahi di dalam genggaman tangan kita. Tuhan sedang mengingatkan Musa bahwa Dia sudah menaruh tongkat di dalam tangan Musa. Mengapa Tuhan ingatkan?
Manusia seringkali merasa bahwa segala sesuatu mampu dia kerjakan sendiri. Umumnya manusia berfikir bahwa dengan tenaga, kepintaran bahkan uang, dirinya sudah yang paling top. Manusia lupa bahwa semuanya itu berasal dari Allah. Manusia sombong dan memberhalakan kekuatannya sendiri. Ingat! Tongkat adalah benda yang menjadi sandaran kita, agar kuat berjalan, tidak jatuh dan juga kebanggaan. Pertanyaan yang penting buat kita jawab adalah, apa yang menjadi andalan kita di dalam hidup ini? Tongkat yang menjadi sandaran kita apa? Uang? Perusahaan? Materi? Nama besar? Kekuasaan? Posisi? Atau apa? Ingat saudara! Tuhan yang memberi tongkat dan kita tidak boleh berbangga sedikitpun bahwa kekuatan topangan yang ditransfer melalui tongkat itu adalah hasil usaha kita sendiri. Tanpa tongkat, saudara akan jatuh. Anda butuh tongkat dan Allah memberinya di dalam kehidupan saudara) tapi yang Allah mau adalah jangan andalkan tongkat itu!. Ketika tongkat itu akhirnya menggeser posisi Allah, maka kita sebenarnya sedang berada di jurang kehancuran, yang siap diterkam oleh iblis.
Saya ingat cara menangkap monyet. Para pemburu seringkali menempatkan kacang di dalam topless kaca. Kacang adalah makanan favorit monyet! Karena sifatnya yang rakus, maka monyet ini rebutan turun dari pohon untuk menjangkau kacang yang ada di dalam topless tersebut. Tangannya yang munggil segera menggenggam kacang itu. Pada titik inilah, para pemburu keluar dengan tali dengan dengan gampang meringkus monyet ini. Mengapa? Monyet ini tidak bisa menari tangannya keluar dari dalam topless karena tanggannya membesar dan tidak mampu lolos dari mulut bejana itu. Mengapa membesar? Sifat rakusnya telah memaksanya untuk tetap menggenggam kacang tersebut. Selama ia menggenggamnya, maka ia tidak akan mampu meloloskan tangannya dari mulut topless itu.
Demikian dengan kita. Seringkali kita gagal mendapat kasih karunia Tuhan dan di pihak lain, menjadi bulan-bulanan iblis, karena kita selalu menggenggam erat-erat hal-hal yang berhubungan dengan ketamakan dan keegoisan kita. Kita menggenggam hal-hal yang salah dan memberhalakannya. Kita mengandalkan uang kita, posisi kita, nama baik kita, dsb. Saya ingat satu firman Tuhan, siapa yang memelihara nyawanya, justru akan kehilangan nyawanya (Lukas 17:33). Bukankah ini sesuatu yang ironis saudara? Sesuatu yang ada di dal am genggaman kita akan berpotensi terhadap dua hal; membawa masuk ke dalam kerajaan Surga atau sebaliknya, membawa masuk ke dalam neraka? Pastikan saudara tidak salah genggam!
Tuhan menyuruh Musa melemparkan tongkat itu. Maksudnya begini. Tuhan sedang mengajar sebuah prinsip penting kepada Musa bahwa dirinya tidak boleh bersandar pada kekuatan-kekuatan dunia yang selama ini membentuknya. Musa harus melepaskan haknya terhadap sandaran-sandara duniawinya dan menggantinya dengan sandaran Surga. Caranya? Dengan melepaskan hak kita terhadap apa yang menjadi kebanggaan kita selama ini. Bagi seorang gembala, tongkat adalah alat yang sangat efektif menghadapi ancaman apapun. Dan kita seringkali terjebak membanggakan tongkat kita.
Kalau kita mau membuat tongkat itu menjadi saluran kuasa Tuhan, maka kita harus berani melepaskannya (toh, tongkat itu akan kembali kita miliki). Point yang paling penting di sini sebenarnya adalah sejauh mana kita mau melepaskan hak terhadap apa yang ada di dalam genggaman kita dan melemparkannya ke bawah! Semakin kita berani melemparkan hal-hal tersebut, maka semakin cepat proses mujizat di dalam kehidupan kita. Harta atau apapun cuma titipan! Jangan pegang terlalu erat. Lemparkan ke bawah dan lihatlah, Tuhan akan bekerja. Ketika Musa melepaskan haknya terhadap tongkat itu, barulah kuasa Allah turun. Tongkat itu menjadi sangat istimewa karena Allah bekerja di dalamnya. Kita membuktikan, melalui tongkat itu, banyak hal-hal supernatural terjadi. Laut terbelah, air keluar dari karang, air jadi darah dan normal kembali, kemuliaan Tuhan turun, dsb. Jika kita ingin menggunakan kehidupan kita ini menjadi manifestasi kuasa Allah, maka kita harus berani menjadikan tongkat itu berkuasa, dengan cara melibatkan Allah di dalamnya. Maukah saudara melemparkan tongkatmu? Berani melemparkan berarti kesediaan untuk disertai dan dipakai Tuhan! Mungkin hari-hari ini anda punya pergumulan berat dan setelah engkau mendengar firman ini, ternyata saudara menyadari bahwa ada tongkat yang belum dilemparkan ke bawah?
Lemparkan saudara! Jangan andalkan dirimu dan kekuatanmu!
Tongkat yang dilemparkan akan membuat Tuhan bekerja di dalam hidupmu dan janjiNya berlaku atasmu. *** (Graha Padma, Mei 2008)
Kejadian tersebut menggambarkan awal dipanggilnya Musa oleh Tuhan untuk (a) menghadap Firaun, (b) menjadi pemimin bangsa Israel dan (c) membawa mereka keluar dari Mesir. Tugas yang diemban Musa bukan tugas yang ringan. Di satu sisi ia berhadapan dengan seorang penguasa besar (dan Musa secara pribadi pernah dibesarkan di lingkungan elite istana Mesir) dan di sisi lain, dia berhadapan dengan orang-orang keras kepala yang amat susah diatur, bangsa Israel. Dengan hanya mengandalkan kekuatan manusiawinya, dapat dipastikan Musa akan gagal. Firaun akan dengan mudah “memenggal kepalanya” dan bangsa Israel akan melecehkan Musa. Itu sebabnya, Musa bertanya kepada Tuhan, bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku? Musa tahu diri! (Seringkali kita justru tidak tahu diri di dalam situasi seperti ini. Kita berfikir ini adalah kesempatan untuk memegang otoritas. Kapan lagi bisa menjadi kendali atas diri orang lain?). Maka Tuhan balik bertanya kepada Musa, “Apakah yang ditanganmu itu?” Di dalam bahasa Inggris NKJV, lebih bagus pertanyaannya, “What is that in your hand?” – Apa yang ada di dalam tanganmu? Hal ini menjadi sebuah pertanyaan penting karena sesuatu yang ada di dalam tangan Musa, kelak akan menjadi alat yang sangat efektif di dalam menyatakan campur tangan Allah, baik di hadapan Firaun maupun dihadapan bangsa Israel sendiri. Singkatnya, Musa punya tongkat di dalam tangannya. Melalui tongkat inilah kita melihat campur tangan Allah di dalam kehidupan seorang Musa.
Catatan penting #1
Apa yang ada di dalam tanganmu berpotensi dipakai Allah untuk menyatakan kuasaNya!
Tuhan memakai sesuatu yang ada di dalam tangan Musa untuk menyatakan kuasaNya. Demikian juga dengan kita, apa yang ada di dalam tangan kita, memiliki sebuah potensi untuk dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan kuasaNya. Mujizat Tuhan selalu dimulai dari apa yang kita miliki atau apa yang ada di dalam tangan kita. Seringkali kita gagal menerima mujizat Tuhan karena kita menginginkan hal-hal besar di dalam angan-angan kita sementara, benda-benda yang selama ini kita miliki, menjadi terabaikan, hanya karena beranggapan bahwa itu tidak punya arti apa-apa. Tidak seperti itu. Apapun yang saudara miliki di dalam tanganmu, jika engkau belajar percaya, maka hal itu akan menjadi jalan untuk menyatakan pekerjaan pekerjaan Allah yang besar. Oleh karena itu kita tidak perlu meremehkan segala sesuatu yang ada disekitar kita. Apa yang anda miliki, jika engkau percaya, dapat menjadi jalan mujizat Allah. Perhatikan hal-hal berikut ini. Mujizat janda di Sarfat dimulai dari tepung dan minyak di dalam buli-buli (Elia – 1 Raja-raja 17:7); Mujizat minyak seorang janda nabi yang terus mengalir, di mulai dari minyak yang ada di dalam buli-buli (Elisa – 2 Raja-raja 4:1); Pelipatgandaan makanan untuk 5000 orang dimulai dari 5 roti dan 2 ikan (Yesus – Mat 14:17); Pengampunan dosa seorang perempuan berdosa dimulai dari minyak wangi yang ada ditangannya (Lukas 7:37); Kemenangan Yosua atas musuh-musuhnya, dimulai dari tindakan profetik terhadap lembing yang ada di dalam tangannya (Jos 8:18)
Oleh sebab itu, kita tidak boleh menganggap remeh setiap apa yang Tuhan taruh di dalam kehidupan kita. Kita harus mulai belajar menghargai dan mengusahakan hal-hal tersebut, sebab kita belajar bahwa, hal-hal yang besar, selalu digerakkan dari sesuatu yang kecil, dari sesuatu yang semula tidak dianggap sama sekali.
Tuhan berfirman bahwa kalau kita setia pada perkara yang kecil, maka perkara yang besar akan diberikanNya pula kepada kita. Ingat! Perkara besar selalu dan harus didahului oleh perkara yang kecil. Mari belajar untuk mulai menghargai perkara-perkara kecil yang Tuhan taruh di dalam hidupmu. Mt 25:21 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
Catatan penting #2
Apa yang ada di dalam tanganmu akan menentukan campur tangan Allah di dalam kehidupanmu jika engkau berani melepaskannya!
Perhatikan kembali dialog antara Tuhan dengan Musa. Ini menarik sekali. "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat." Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah. Mula-mula, Tuhan bertanya mengenai apa yang ada di dalam tangan Musa. Ini luar biasa. Allah sendiri akan mengingatkan kita bahwa sesunguhnya, Dia telah menaruh potensi Ilahi di dalam genggaman tangan kita. Tuhan sedang mengingatkan Musa bahwa Dia sudah menaruh tongkat di dalam tangan Musa. Mengapa Tuhan ingatkan?
Manusia seringkali merasa bahwa segala sesuatu mampu dia kerjakan sendiri. Umumnya manusia berfikir bahwa dengan tenaga, kepintaran bahkan uang, dirinya sudah yang paling top. Manusia lupa bahwa semuanya itu berasal dari Allah. Manusia sombong dan memberhalakan kekuatannya sendiri. Ingat! Tongkat adalah benda yang menjadi sandaran kita, agar kuat berjalan, tidak jatuh dan juga kebanggaan. Pertanyaan yang penting buat kita jawab adalah, apa yang menjadi andalan kita di dalam hidup ini? Tongkat yang menjadi sandaran kita apa? Uang? Perusahaan? Materi? Nama besar? Kekuasaan? Posisi? Atau apa? Ingat saudara! Tuhan yang memberi tongkat dan kita tidak boleh berbangga sedikitpun bahwa kekuatan topangan yang ditransfer melalui tongkat itu adalah hasil usaha kita sendiri. Tanpa tongkat, saudara akan jatuh. Anda butuh tongkat dan Allah memberinya di dalam kehidupan saudara) tapi yang Allah mau adalah jangan andalkan tongkat itu!. Ketika tongkat itu akhirnya menggeser posisi Allah, maka kita sebenarnya sedang berada di jurang kehancuran, yang siap diterkam oleh iblis.
Saya ingat cara menangkap monyet. Para pemburu seringkali menempatkan kacang di dalam topless kaca. Kacang adalah makanan favorit monyet! Karena sifatnya yang rakus, maka monyet ini rebutan turun dari pohon untuk menjangkau kacang yang ada di dalam topless tersebut. Tangannya yang munggil segera menggenggam kacang itu. Pada titik inilah, para pemburu keluar dengan tali dengan dengan gampang meringkus monyet ini. Mengapa? Monyet ini tidak bisa menari tangannya keluar dari dalam topless karena tanggannya membesar dan tidak mampu lolos dari mulut bejana itu. Mengapa membesar? Sifat rakusnya telah memaksanya untuk tetap menggenggam kacang tersebut. Selama ia menggenggamnya, maka ia tidak akan mampu meloloskan tangannya dari mulut topless itu.
Demikian dengan kita. Seringkali kita gagal mendapat kasih karunia Tuhan dan di pihak lain, menjadi bulan-bulanan iblis, karena kita selalu menggenggam erat-erat hal-hal yang berhubungan dengan ketamakan dan keegoisan kita. Kita menggenggam hal-hal yang salah dan memberhalakannya. Kita mengandalkan uang kita, posisi kita, nama baik kita, dsb. Saya ingat satu firman Tuhan, siapa yang memelihara nyawanya, justru akan kehilangan nyawanya (Lukas 17:33). Bukankah ini sesuatu yang ironis saudara? Sesuatu yang ada di dal am genggaman kita akan berpotensi terhadap dua hal; membawa masuk ke dalam kerajaan Surga atau sebaliknya, membawa masuk ke dalam neraka? Pastikan saudara tidak salah genggam!
Tuhan menyuruh Musa melemparkan tongkat itu. Maksudnya begini. Tuhan sedang mengajar sebuah prinsip penting kepada Musa bahwa dirinya tidak boleh bersandar pada kekuatan-kekuatan dunia yang selama ini membentuknya. Musa harus melepaskan haknya terhadap sandaran-sandara duniawinya dan menggantinya dengan sandaran Surga. Caranya? Dengan melepaskan hak kita terhadap apa yang menjadi kebanggaan kita selama ini. Bagi seorang gembala, tongkat adalah alat yang sangat efektif menghadapi ancaman apapun. Dan kita seringkali terjebak membanggakan tongkat kita.
Kalau kita mau membuat tongkat itu menjadi saluran kuasa Tuhan, maka kita harus berani melepaskannya (toh, tongkat itu akan kembali kita miliki). Point yang paling penting di sini sebenarnya adalah sejauh mana kita mau melepaskan hak terhadap apa yang ada di dalam genggaman kita dan melemparkannya ke bawah! Semakin kita berani melemparkan hal-hal tersebut, maka semakin cepat proses mujizat di dalam kehidupan kita. Harta atau apapun cuma titipan! Jangan pegang terlalu erat. Lemparkan ke bawah dan lihatlah, Tuhan akan bekerja. Ketika Musa melepaskan haknya terhadap tongkat itu, barulah kuasa Allah turun. Tongkat itu menjadi sangat istimewa karena Allah bekerja di dalamnya. Kita membuktikan, melalui tongkat itu, banyak hal-hal supernatural terjadi. Laut terbelah, air keluar dari karang, air jadi darah dan normal kembali, kemuliaan Tuhan turun, dsb. Jika kita ingin menggunakan kehidupan kita ini menjadi manifestasi kuasa Allah, maka kita harus berani menjadikan tongkat itu berkuasa, dengan cara melibatkan Allah di dalamnya. Maukah saudara melemparkan tongkatmu? Berani melemparkan berarti kesediaan untuk disertai dan dipakai Tuhan! Mungkin hari-hari ini anda punya pergumulan berat dan setelah engkau mendengar firman ini, ternyata saudara menyadari bahwa ada tongkat yang belum dilemparkan ke bawah?
Lemparkan saudara! Jangan andalkan dirimu dan kekuatanmu!
Tongkat yang dilemparkan akan membuat Tuhan bekerja di dalam hidupmu dan janjiNya berlaku atasmu. *** (Graha Padma, Mei 2008)